Dalam kanon 1055 "1" dan "2" tersebut di atas termuat 5 gagasan pokok berkaitan dengan hakekat dan tujuan perkawinan.:
1. Perkawinan adalah Perjanjian kasih antara suami Istri,
Kalau kita hadir dalam suatu pemberkatan perkawinan di Gereja, salah satu bagian penting dalam acara tersebut adalah masing-masing pengantin mengucapkan janji perkawinan di hadapan Tuhan, imam, 2 orang saksi, dan hadirin lainnya. Dengan kemungkinan berbagai variasi yang berbeda, intinya masing-masing pihak menyatakan bahwa:
- Sejak saat itu ia memilih pasangannya menjadi suami atau isteri.
- Ia berjanji untuk mencintai pasangannya dalam suka dan duka.
- Ia berjanji pula untuk menjadi bapak/ibu yang baik bagi anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepada mereka.
Itulah yang disebut janji perkawinan. Janji inilah yang membuat mereka melangsungkan perkawinan. Tanpa janji itu tidak terjadi perkawinan. Janji kasih itu sendiri sebetulnya bukan merupakan sesuatu yang baru sama sekali. Selama mereka berpacaran dan secara khusus mempersiapkan perkawinan, perlahan-lahan mereka mulai membangun dan mewujudkan kasih itu sendiri. Dalam kesempatan perkawinan kasih yang mereka hayati dinyatakan secara resmi dan menjadikan ikatan kasih mereka berdua juga resmi dan mereka diakui sudah menikah secara sah.
Berbeda dengan paham kontrak, perkawinan sebagai suatu perjanjian kasih memuat pengakuan kesamaan spiritual dari dua pribadi dan kesamaan dalam kemampuan mereka untuk saling memberi dan menerima secara utuh satu sama lain. Maka perjanjian mengandaikan pilihan bebas, artinya orang tak bisa menikah kalau terpaksa. Perjanjian melibatkan hubungan antar pribadi yang utuh, melibatkan kesatuan spiritual, emosi, dan fisik. Paham inilah yang diajarkan Gereja seperti yang direfleksikan dalam Konsili Vatikan II.
2. ‘consortium totius vitae’ Perkawinan adalah kesepakatan untuk senasib sepenanggunan dalam semua aspek hidup
Istilah latin yang dipakai untuk mengungkapkan hakekat ini adalah ‘consortium totius vitae’, artinya: senasib-sepenanggungan dalam seluruh aspek hidup. Gagasan ini dinyatakan dan dikatakan secara bagus pada waktu mempelai memberikan janji, yaitu mau setia dalam suka dan duka.
Ungkapan ini sangat sederhana, namun begitu kaya dan tidak selalu mudah untuk mewujudkannya. Mudah diucapkan pada saat menikah, bahkan lebih mudah lagi pada waktu pacaran. Mudah diucapkan tetapi menjadi tidak mudah pada waktu mewujudkan dalam perjalanan hidup perkawinan selanjutnya.
Dalam hal ini sangat dibutuhkan semangat kerendahan hati, kejujuran, keterbukaan, dan saling mau berkorban. Pengalaman menunjukkan bahwa mengandalkan kekuatan sendiri sering terasa terlalu berat mewujudkan janji tersebut. Namun dengan berkat Tuhan, yang berat dan tidak mudah ini bisa diwujudkan pula dan membuahkan kebahagiaan yang sering tidak terduga sebelumnya. Setiap pasangan keluarga harus mampu memanggul salib keluarga sendiri.
3. Perkawinan Bertujuan Untuk Kesejahteraan Suami Istri
Ada beberapa tujuan perkawinan. Salah satu yang pokok adalah membangun kesejahteraan suami-isteri. Mereka bersama-sama mau mewujudkan apa yang mereka cita-citakan/impikan, yaitu berbahagia lahir dan batin.Dasar dan dorongan mewujudkan kebahagiaan adalah api cinta yang tumbuh mekar dalam hati masing-masing pasangan. Pengalaman mengatakan bahwa dasar mengapa orang memilih pacar dan mau menikah dengannya adalah karena ia menyayangi pasangannya. Selalu tumbuh kerinduan untuk bertemu bahkan memberikan yang paling baik. Api cinta ini perlu ditumbuhkan terus dan dipelihara jangan sampai padam.Bisa Menjadi Hambar…Perkawinan sering mudah menjadi hambar karena dorongan yang paling dalam ini tinggal sedikit, bahkan hampir lenyap.
- Aneh kalau terhadap orang lain seseorang mampu untuk tidak berkata kotor dan berlaku keras, tetapi terhadap pasangannya sendiri ia justru tega mengatakan dan melakukan yang tidak semestinya.
- Juga aneh jika terhadap orang lain seseorang mampu berbicara jujur dan terbuka, tetapi terhadap pasangannya sendiri ia justru tertutup.
Unsur perawatan ini sangatlah penting karena kalau sudah terlanjur dingin dan retak, sulit sekali untuk menumbuhkan cinta kembali. Menyesal kemudian biasanya hanya sedikit arti dan gunanya.
Sejatinya setiap pasangan memiliki sikap:
- Saling menerima dan menghargai pasangan
- Berupaya menata tutur-kata dan perilaku yang baik terhadap pasangannya
- Berupaya saling jujur dan saling terbuka dan berbagi dalam setiap masalah
4. Perkawinan Terarah pada kelahiran dan Pendidikan Anak
Sudah dikatakan pada bagian awal bahwa hubungan kasihlah yang mendasari perkawinan. Dalam hubungan kasih suami-isteri, ungkapan yang paling mendalam adalah tindak “hubungan suami-isteri”. Melalui “hubungan suami-isteri” yang wujudnya tindakan biologis terkandung pengalaman kasih dan penyerahan diri. Terarah untuk kehidupan baru. Persetubuhan ini pada kodratnya terarah untuk lahirnya kehidupan baru. Maka kehadiran anak sering diistilahkan sebagai suatu buah kasih antar mereka berdua. Karena persetubuhan merupakan ungkapan puncak dari cinta perkawinan, maka perlu dilaksanakan secara manusiawi. Tidak boleh masing-masing hanya memikirkan kepentingan dan kebutuhan sendiri. Perlu dijauhi cara-cara dan sikap yang tidak manusiawi, seperti kemungkinan tindak kekerasan seksual terhadap pasangannya.Tugas perutusan Orang tua, Lahirnya anak tidak berarti tujuan perkawinan sudah terpenuhi. Dalam janji perkawinan diungkapkan juga bahwa pasangan menjanjikan agar anak lahir kembali dalam pembaptisan dan pendidikan Katolik, entah secara intelektual, moral, dsb.
Penting diperhatikan bahwa seandainya mereka tidak dianugerahi anak, ini bukanlah suatu alasan untuk bercerai ataupun untuk membatalkan perkawinan
5. Perkawinan Sah antara dua Orang yang sudah dibaptis adalah Sakramen
Sakramen secara umum berarti tanda dan sarana penyelamatan Tuhan. Melalui perkawinan, Tuhan mewujudkan kasih dan menjadikannya sarana penyelamatan. Jadi melalui perkawinan, pasangan suami-isteri dipanggil untuk saling membahagiakan dan menyempurnakan diri di hadapan Tuhan. Maka tidak boleh hanya bahagia tanpa menghiraukan bimbingan Tuhan; atau menderita terus karena merasa mengikuti bimbingan Tuhan.
Dalam perkawinan tentu ada tantangan dan membutuhkan perjuangan serta pengorbanan. Semua usaha bersama ini dengan berkat Tuhan membuahkan kebahagiaan dan keselamatan.
Pola hidup suami-isteri mewujudkan sakramen sejauh hidup mereka sebagai suami-isteri sesuai dengan apa yang disimbolkan oleh sakramen itu. Yaitu hubungan antara Kristus dengan Gereja-Nya, relasi kasih dari pihak Kristus (bdk. Ef 5:25) dan relasi kasih berupa ketaatan dari pihak umat-Nya
Sangatlah penting untuk berusaha terus-menerus agar Tuhan hadir di tengah-tengah keluarga. Setiap hari perlulah mengucap syukur dan mohon berkat agar kasih mereka terus terpelihara dan tumbuh dengan baik. Jangan hanya datang kepada Tuhan pada saat mengalami kesulitan.
Kekhasan perkawinan Katolik justeru terletak dalam sifat sakramennya. Sakramen berarti bahwa suami-isteri menjadi tanda dan sarana kehadiran Kristus dalam kehidupan sehari-hari sebagai suami-isteri. . Cinta kasih suami-isteri menjadi lambang dan tanda nyata kehadiran Kristus yang setia kepada Gereja-Nya dan menjadi saluran rahmat bagi hidup suami-isteri. Maka rahmat yang diterima suami-isteri ialah rahmat yang menyempurnakan cinta kasih mereka, rahmat yang membantu mereka dalam menjalani perkawinan, rahmat yangmenyucikan mereka. Itu berarti Allah sendiri hadir dalam keluarga merekaJika Anda beminat presentasi kekinian "Moral Perkawinan", silahkan hubungi penulis. GRATIS