Melalui Kitab Hukum Kanonik 1983 kan. 1055 1, Gereja merumuskan bahwa tujuan perkawinan adalah 1) kebaikan pasangan atau suami-isteri, 2) kelahiran, dan 3) pendidikan anak (bdk. GS 48 dan 50). Tujuan ini menjadi sifat khas dari kodrat perkawinan. Dia tidak ditambahkan tetapi telah ada dan menjadi bagan dari perkawianan itu sendiri. Tujuan itu ada bersamaan dengan terjadinya perkawinan. Perwujudan itu justru sebagai suami-istri, dan bukan sebagai individu tetapi tidak menghilangkan seluruh identitas individual yang menikah. Dalam sakramen perkawinan, peranan manusia lebih besar daripada sakramen-sakramen lain. Maka ada banyak resiko dan kemungkinan.
Perkawinan: tidak pada awal perayaan tapi dalam keseluruhan/sepanjang hidup.
1. Kebaikan Pasangan
- Benevolence, berarti kehendak baik atau niat baik. Arti ini juga meliputi komitmen dan kehendak dalam pikiran dan perasaan. Bentuknya adalah suatu keputusan yang dibangun dengan pertimbangan rasional dan obyektif yang memadai. Isinya diarahkan kepada pasangan agar semakin berkembang sebagai pribadi dan orang yang beriman, baik berkenaan dengan keanggotaannya dalam keluarga, lingkungan keagamaan, maupun masyarakat pada umumnya. Tanpa disadari oleh pasangan, niat baik hilang atau tergantikan dengan niat kurang baik. Misalnya; cemburu berlebihan dll
- Partnership, berasal dari bahasa Latin pars, menjadi bahasa Inggris part, artinya bagian. Kata ini digunakan untuk menunjuk pada orang yang secara bersama mengambil bagian dalam kebersamaan. namun tetap bersama-sama bertanggungjawab. Keduanya adalah pribadi yang sejajar. Pembagian pekerjaan disesuaikan dengan keadaan, kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Partnership juga mengandaikan bahwa keduanya saling mengetahui keadaan atau apa yang dialami oleh pasangannya sendiri. Untuk itu diperlukan berbagi cerita dengan pasangannya secara terbuka
- Companionship, berasal dari kata cum yang berarti bersama dan panis yang berarti roti. Dengan kata ini hendak dikatakan tentang teman berbagi roti. Dalam hal ini hendak dikatakan bahwa pasangan adalah teman berbagi roti atau teman seperjalanan. Sebagai teman, mereka mesti saling membantu, mendukung, menjaga, dan melindungi supaya selain sampai ke tempat tujuan, yaitu rumah Bapa, tetapi juga membuat perjalanan menjadi menyenangkan.
- Friendship, pasangan itu menjadi sahabat bagi pasangannya. Muatan persahabatan di sini berbeda arti dengan companionship atau partner karena terkait dengan rahasia. Artinya setiap pasangan menjadi tempat titipan rahasia dari pasangannya dan tidak akan pernah pasangan tersebut membeberkannya kepada orang lain. Dengan memberitahukan rahasia kepada pasangan hidup, maka terungkap sebuah harapan bahwa rahasia itu akan semakin memperbaiki dan mengembangkan hubungan mereka.
- Care, Dari kata ini hendak diungkapkan bahwa pasangan itu harus peka dan cepat tanggap terhadap pasangannya.
2. Kelahiran Anak
- In Humano Modo, dalam cara manusiawi. Dengan kata-kata itu, Gereja mengajarkan bahwa kelahiran semestinya dihasilkan oleh hubungan seksual dalam cara manusiawi (kan. 1061 1). Hendak dikatakan bahwa hubungan seksual itu dilandaskan pada kehendak bebas, dan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan objektif atau tidak dalam dorongan nafsu belaka. Hubungan ini juga adalah hubungan heteroseksual (laki-laki dan perempuan) karena hanya laki-laki dan perempuan yang dapat melakukan hubungan seksual dan memungkinkan kelahiran manusia baru. Selain itu, hubungan seksual juga bersifat personal. Artinya hubungan itu dieksklusifkan bagi kedua pasangan dan juga kontak langsung antara mereka.
- Self-giving, Hubungan seksual antara pasangan adalah wujud atau ungkapan pemberian diri. artinya si suami memberikan dirinya kepada si isteri dan sebaliknya si isteri juga memberikan dirinya kepada suaminya.Prinsip ini menghindarkan rasa diri sebagai budak atau tuan atas pasangannya.
- Paternitas Responsabilis, kebapaan yang bertanggungjawab. Maksud sesungguhnya ialah orang tua yang bertanggungjawab. Kedua pasangan yang telah menikah bertanggungjawab atas kelahiran anak mereka yang merupakan buah cinta mereka. Hal itu merupakan tanggung jawab yang mereka terima dari Allah sang pembentuk perkawinan dan orang tua harus taat pada maksud dan tujuan dari dibentuknya perkawinan tersebut.
- Keluarga Berencana Alamiah, Gereja menghargai keinginan pasangan untuk membatasi jumlah anak dalam keluarga karena kesadaran akan biaya hidupnya, namun mesti dengan cara alami, yaitu melakukan hubungan seksual di luar masa subur isteri. Gereja menolak aborsi atau penggunaan alat kontrasepsi. Alasannya ialah: pertama, kedua hal itu langsung bertentangan dengan tujuan perkawinan. Kedua, tidak ada alat kontrasepsi yang benar-benar aman. Ketiga, sesuatu atau benda asing yang dimasukkan ke dalam tubuh tidak hanya akan mengganggu secara fisik dan psikologis, tetapi betul-betul dapat menjadi sumber penyakit. Keempat, kedua hal itu bertentangan dengan martabat manusia. Martabat yang dimaksud ialah nilai luhur manusia menjadi tuan atasnya. Alasan lain mengapa Gereja menganjurkan KB alamiah ialah untuk menciptakan dialog antara pasangan tersebut.
3. Pendidikan Anak
Tujuan perkawinan yang selanjutnya ialah pendidikan anak. Arah yang hendak dicapai dalam tujuan ini ialah anak berkembang sesuai dengan usianya hingga tumbuh dewasa. Ada dua istilah yang digunakan dalam pendidikan anak ini, yaitu edukasi dan formasi.
- Edukasi maksudnya ialah menarik anak keluar dari dirinya sendiri sehingga anak tidak lagi bertumpu hanya pada kebenaran personalnya. Formasi maksudnya ialah membentuk anak kepada bentuk yang diharapkan, seperti menjadi pribadi yang disiplin dan ugahari.
- Bagian fisik itu mencakup kesehatan. Anak yang sehat adalah anak yang memiliki keadaan tubuh yang berkembang secara normal dan wajar. Untuk menunjang pendidikan bagian fisik ini, hal-hal yang mesti diperhatikan ialah makanan-minuman, pakaian dan tempat tinggal si anak.
- Pendidikan moral maksudnya ialah penanaman nilai mengenai yang baik dan yang buruk kepada anak sehingga menjadi patokan atau pegangan bagi si anak untuk hidup sehari-hari. orangtua harus siap menjadi pribadi teladan bagi mereka karena anak lebih cepat menangkap sesuatu secara visual.
- Pendidikan intelektual, yaitu kemampuan berabstraksi dan berasosiatif serta kemampuan berpikir secara logis dan objektif. Anak-anak perlu dididik untuk menelaah sesuatu dengan logika pemikiran yang benar.
- Pendidikan sosial, menanamkan suatu prinsip dalam diri anak bahwa saya adalah teman bagi yang lain dan yang lain adalah teman bagi saya (homo homini socius- manusia adalah teman bagi sesamanya)
- Pendidikan kultural, anak diajari untuk kenal dan menghidupi budaya tempat ia dilahirkan atau bertumbuh dan berkembang. Tujuannya adalah agar si anak sadar akan budayanya.
- Pendidikan religius. yang perlu diperhatikan adalah pendidikan iman dan pewarisan iman berisi seputar Tuhan dan kehendak-Nya.Di tempatkan pada bagian terakhir bukan berarti menjadi hal yang kurang penting sifatnya.