3 Dimensi mewujudkan spiritualitas Perkawinan
1. Suatu Panggilan: perkawinan adalah persekutuan hidup suami-istri dan terbuka pada keturunan (GS 50, Kej 2:18, 24)
- Perwujudan itu justru sebagai suami-istri, dan bukan sebagai individu tetapi tidak menghilangkan seluruh identitas individual yang menikah
- Perkawinan: tidak pada awal perayaan tapi dalam keseluruhan/sepanjang hidup.
- Dalam sakramen perkawinan, peranan manusia lebih besar daripada sakramen-sakramen lain. Maka ada banyak resiko dan kemungkinan.
2. Suatu tugas: bukan hanya dipanggil untuk menjadi percaya tapi juga diberi tugas perutusan
- Imam, nabi, dan raja: menguduskan, memberi kesaksian, memimpin. Dalam dan dengan perkawinan: memberikan kesaksian dan mewartakan kepada seluruh Gereja dan umat manusia tentang peristiwa penyelamatan Allah (1 Ptr 3: 1-2, 1Kor 7: 12-16).
- Tugas kerasulan ini pertama-tama dilaksanakan dalam perkawinan secara kristen (LG 35, AG 21).
- Dampak yang merasakan: keluarga (Kej. 1: 27-28), terbuka pada keturunan
3. Suatu Hukum, Hakikat, Tujuan, Sakramentalitas Perkawinan Katolik
- Kan. 1055 - § 1. Perjanjian perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen
1. Pandangan HUKUM SIPIL (UU Perkawinan 1974)
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagaisuami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkanKetuhanan Yang Maha Esa.”
2. Pandangan HUKUM GEREJA (KHK k. 1055 1):
“Dengan perjanjian perkawinan pria dan wanita membentuk antara mereka kebersamaanseluruh hidup; dari sifat kodratinya perjanjian itu terarah pada kesejahteraan suami-istri sertakelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan perjanjian perkawinan antara orang-orangyang dibaptis diangkat ke martabat Sakramen.”
3. Perkawinan sebagai sakramen
- Pola hidup suami-isteri mewujudkan sakramen sejauh hidup mereka sebagai suami-isterisesuai dengan apa yang disimbolkan oleh sakramen itu. Yaitu hubungan antara Kristusdengan Gereja-Nya, relasi kasih dari pihak Kristus (bdk. Ef 5:25) dan relasi kasih berupa ketaatan dari pihak umat-Nya.
- Kekhasan perkawinan Katolik justeru terletak dalam sifat sakramennya. Sakramen berarti bahwa suami-isteri menjadi tanda dan sarana kehadiran Kristus dalam kehidupan sehari-harisebagai suami-isteri.
- Cinta kasih suami-isteri menjadi lambang dan tanda nyata kehadiran Kristus yang setiakepada Gereja-Nya dan menjadi saluran rahmat bagi hidup suami-isteri.
- Maka rahmat yang diterima suami-isteri ialah rahmat yang menyempurnakan cinta kasih mereka, rahmat yang membantu mereka dalam menjalani perkawinan, rahmat yangmenyucikan mereka. Itu berarti Allah sendiri hadir dalam keluarga mereka.
4. Perkawinan: Panggilan untuk hidup dalam iman dan kasih
- Berkat iman dan kasih ilahi, perkawinan sebagai sakramen menjadi berarti bagi suami-isteri.Berkat harapan yang berdasar pada iman dan kasih itu, perkawinan yang manusiawi ituterarah ke masa depan, mengarahkan suami-isteri kepada kehidupan bersama dengan Allah(bdk. Why 19:7-9).
- Doa suami-isteri, doa di dalam keluarga, doa-doa liturgis memupuk iman, harapan dan kasih itu. Hal ini menciptakan suasana batin dan lahir yang terbuka bagi daya penyelamatan Allah.Maka perkawinan dipandang sebagai jalan pengudusan, jalan penyelamatan. Bagi suami-isteri. perkawinannya merupakan jalan penyelamatan utama yang lebih penting dari apapun juga.
5. Pentingnya askese alam perkawinan
- Suami-isteri memegang peran yang menentukan dalam rangka mewujudkan perkawinan dan sakramen. Tetapi suami-isteri sebagai manusia tetaplah manusia yang terbatas dan berdosa.
- Oleh sebab itu, pentinglah askese di dalam perkawinan. Askese berarti dengan seksama berusaha dan melatih diri. Suami-isteri harus berusaha agar perkawinannya benar-benar menjadi sakramen yang tentu juga berdasar pada kepercayaan bahwa Allah hadir dan menyempurnakan usaha suami-istri, usaha manusia dalam mewujudkan perkawinan sebagaisakramen.
- Askese dalam perkawinan berarti: dengan tekun dan sabar membina relasi timbal balik suami-isteri.
- Askese berarti berjuang agar cinta Kristus makin meresap dalam hidup suami-isteri.
- Askese, latihan dalam cinta kasih berati membiarkan pasangan tetap menjadi dirinya sendiri.
6. Perkawinan dalam Rencana Allah
Alkitab mulai dengan kisah penciptaan manusia, wanita dan pria, menurut gambar Allah sendiri (Kej 1:25-27)
- Di sepanjang Alkitab, sering disebutkan bahwa perkawinan menjadi lambang hubungan Allah dengan umat-Nya
- Dalam Perjanjian Baru, perkawinan menjadi lambang perjanjian Kristus dengan Gereja (1Kor7:39; lih Ef 5:31-32)
7. Perkawinan VS Dosa
- Segala ciptaan Allah adalah baik.”Allah melihat bahwa semuanya itu baik” (Kej1:10.13.19.21.25).
- Setelah manusia diciptakan “Allah melihat… sungguh amat baik.” (Kej 1:31)
- Kejahatan di dunia ini bukan berasal dari Allah, melainkan dari sikap manusia sendiri yangmelawan rencana Allah (Kej 3:1-7)
- Hubungan kacau antara Suami-Istri disembuhkan oleh rahmat Allah yang Maharahim (Kej3:15.21)